Minggu, 04 Juni 2017

*URGENSITAS IMPLEMETASI REVITALISASI SEKOLAH MENEGAH KEJURUAN (SMK)*

URGENSITAS IMPLEMENTASI REVITALISASI SEKOLAH MENEGAH KEJURUAN (SMK)
UUD 1945 Amandemen, pada pasal 28C ayat (1) menyatakan, Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Hal ini menjadi sangat mutlak untuk diimplementasikan dengan segala perundang-undangan juga peraturan-peraturan demi tercapainya tujuan bangsa sesuai amanat UUD 1945 tersebut.
Kita semua tidak usah lagi menutup mata demi kemajuan bangsa dan Negara tercinta, kita ketahui jumlah pengangguran di Indonesia per Februari 2016 7,02 Juta orang berkuarang 430.000 orang dibandingkan posisi Februari 2015 dan pengangguran terbanyak adalah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), pada Februari 2016, tingkat pengangguran terbuka tertinggi pada jenjang SMK sebesar 9,82%, angka tersebut meningkat 0,79% dibandingkan Februari 2015, lewat data ini bisa kita artikan bahwa setiap 100 angkatan kerja lulusan SMK, ada sekitar 9-10 orang yang menganggur. Padahal Visi dari Direktorat Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah SMK Bermutu, Unggul Merata, Terampil, Berkarakter dana Berdaya Saing Dalam Kebekerjaan, jelas dengan realitas yang terjadi saat ini masih jauh dari harapan, istilah pepatah jauh panggang daripada apinya.
Perkembangan jaman yang begitu cepat di abad 21 belum selaras dengan perkembangan pendidikan sebagai proses dari pembentukan generasi penerus bangsa, sungguh sangat menghawatirkan, apalagi saat ini kita pasti mengahadapi MEA dan Era Industri 4.0 (Smart Industry), namun kenyataannya pengangguran khususnya tamatan SMK masih relative tinggi, pasti dan saya yakin ada yang kurang pas dalam manajerialnya, siapakah yang salah? Daripada kita cari kambing hitam lebih baik semua kelembagaan dan swasta duduk bersama untuk mencari jalan keluarnya sebagai bentuk perwujudan manusia berbasis solusi bukan berbasis masalah.
Perkembangan teknologi bisa jadi akan mengancam SDM kita, jika pemerintah tidak benar-benar mawas diri dan segera merumuskan sebuah kerangka kegiatan yang komprehensif dengan memperhatikan kebutuhan SDM yang dibutuhkan oleh industri-industri  di dalam negeri ataupun di luar negeri. 
Presiden Joko Widodo sudah merespon dengan sangat cepat dengan menerbitkan Inpres No 09 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuaruan Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 09 September 2016, poin penting Inpres No 09 Tahun 2016 adalah terletak pada konsideransinya yaitu penguatan sinergi antar pemangku kepentingan untuk merevitilasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) guna meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.
Sekretaris Eksekutif Lembaga Kajian Maritim (LKM), Dony M Arifin, mendorong semua kementerian yang tersebut di dalam Inpres Nomor 09 Tahun 2016, wajib dengan cepat menjalankan Instruksi Presiden dengan bisa membuat pedoman kerja atau manual, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis, buku panduan, kerangka acuan, desain kerja atau desain proyek dan lain-lain, dan harus transparan sebagai bentuk akuntabilitas public, pengawasan eksternal melibatkan lembaga-lembaga yang peduli dengan keberlangsungan bernegara sudah barang tentu harus dilibatkan untuk memberikan saran-saran dan memecahkan masalah secara bersama-sama tapi jelas leading centernya tetap pada kementerian yang bersangkutan.
Realitasnya terjadi ketimpangan tatkala Presiden Jokowi dengan Inpres No 09 Tahun 2016 yang memikirkan keberlangsungan para lulusan SMK supaya siap bersaing dan siap mengembangkan SDM nya, malah ada beberapa kementerian yang memberikan syarat yang tidak fair bagi lulusan SMK, khususnya lulusan SMK Pelayaran yaitu memberikan syarat utama masuk Akademi Pelayaran baik negeri maupun swasta harus memiliki Sertifikat Kompetensi Ahli Nautika Tingkat (ANT) IV/ Ahli Teknika Tingkat (ATT) IV. Padahal untuk mendapatkan sertifikat tersebut itu tidaklah cepat, sedikitnya membutuhkan waktu 2 tahun untuk menyelesaikan berbagai macam ujian-ujian dan Praktik Berlayar (Prala). Ini menjadi tambah rumit dan sulit lagi dengan adanya Peraturan Menteri Perhubungan PM 70 Tahun 2013 dan diubah PM 140 Tahun 2016, yang mana kesempatan mendapatkan Sertifikat Kompetensi tersebut hanya tersedia jika SMK Pelayaran tersebut sudah mendapatkan Approval dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. 
Implikasi dari kebijakan sectoral kementerian perhubungan ini jauh dari harapan presiden yang tertuang pada Inpres No 09 Tahun 2016, sungguh sangat ironis, Sekretaris Eksekutif Lembaga Kajian Maritim (LKM), Dony M Arifin mengutuk keras peraturan menteri manapun yang tidak sejalan dengan semangat dan tujuan Inpres No 09 Tahun 2016 apalagi kementerian tersebut masuk yang tersebut di dalam Inpres tersebut, semua harus tunduk pada Inpres No 9 tahun 2016.
Instruksi Presiden No 09 Tahun 2016 untuk Menteri Perhubungan jelas sekali, bahwa untuk meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK yang terkait dengan bidang perhubungan, meningkatkan bimbingan bagi SMK yang kejuruannya terkait dengan perhubungan, memberikan kemudahan akses bagi siswa, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk PKL dan magang, termasuk berbagai sumber daya (resources sharing), dan mempercepat penyelesaian Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, cukup jelas seharusnya Kementerian Perhubungan itu mempermudah lulusan SMK Pelayaran untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi tanpa mengurangi kualitasnya, bukan malah seolah mempersulit dengan segala kebijakan sectoralnya.

Kamis, 18 Mei 2017

*kebanggaan yang berlebihan sebagai senior hingga mengakibatkan tewasnya junior

Kekerasan pada dunia pendidikan khususnya pada pendidikan taruna sangat memprihatinkan. Perlu ada penanganan khusus sehingga tidak terulang dan terulang lagi,
18 mei 2017 AKPOL Semarang, Muhammad Adam (taruna tingkat II)  tewas, diduga dianiaya sejumlah senior, menurut informasi, sebelum tewas, adam mengikuti kegiatan malam di barak yang ditempati taruna tingkat I, II, dan III, sekitar pukul 22.00. Adam bersama sejumlah rekan satu angkatan melaporkan sebuah kesalahan yang dilakukan oleh taruna tingkat I yang tergabung dalam Korp Himpunan Indonesia Timur (HIT). Kesalahan itu berujung sanksi yang dilakukan oleh senior tingkat III kepada tingkat II yang berjunlah 22 orang.
Sanksi itu berupa melakukan sikap posisi mersing, yakni badan terbalik dengan kepala di bawah dan kaki di atas, dalam posisi itu, korban ditarik seniornya, kemudian dipukuli beberapa kali di ulu hati. Akibat dari perlakuan senior itu maka korban kejang dan tak sadarkan diri. Peristiwa ini akhirnya terdengar sampai pada staf pengajar dan pengampu yang kemudian membawa korban ke RS Akpol. Namun, nyawa korban tidak tertolong. Jenazah kemudian diautopsi di RS Bhayangkara dan didapati luka lebam di bagian dada.
dari rekam jejak dalam kurun waktu 10 tahun, dimulai 28 Maret 2006, Akpol Semarang, Korban, Hendra Saputra (21) pelaku enam taruna senior, korban dianiaya karena dianggap bersalah lantaran tak melaporkan libur studi.
16 April 2007, IPDN (sebelumnya STPDN) Jatinangor Sumedang, korban Cliff Muntu Madya (19), tewas karena dianiaya tujuh taruna senior, korban tewas akibat 48 tindak kekerasan.
26 April 2014, STIP Jakarta, korban Dimas Dikita Handoko (19), taruna tingkat I, korban meninggal dianiaya karena dianggap tidak hormat kepada senior, pelaku Angga Afriandi, Adnan Fauzi dan Fachry Husaini Kurniawan.
06 April 2015, STIP Jakarta, korban Daniel Roberto Tampubolon (taruna tingkat I), tewas dianiaya tujuh senior karena dianggap salah menyajikan menu makan bersama.
10 januari 2017, STIP Jakarta, korban Amirulloh Adityas Putra (taruna tingkat I), tewas setelah diplonco dan mendapat sejumlah kekerasan fisik oleh Willy Hasiholan, Akbar Ramadhan, Sisko Mataheru, Iswanto.
31 Maret 2017, SMA Taruna Magelang, korban Kresna Wahyu Nurachma (15), tewas dibunuh dengan pisau saat korban sedang tidur, AMR sakit hati karena kepergok korban saat tengah mencuri.

Budaya senioritas dalam dunia taruna harus diarahkan dengan tepat sehingga tidak terjadi tindakan negatif dan semena-mena seperti fakta yang terjadi saat ini. Ini bukan lagi menjadi PR bagi lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, akan tetapi menjadi PR bersama kelembagaan negara yang menyelenggarakan pendidikan maupun lembaga pemerhati pendidikan.

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Kecerdasaan tidaklah terletak pada aspek pengetahuan dan ketrampilan saja melainkan ada kecerdasan yang paling fundamental yaitu kecerdasan spiritual dan kecerdasan sosial, LKM (Lembaga Kajian Maritim) mendorong supaya dalam penanganan regulasi pendidikan taruna tetap mengacu pada semangat subtansi UU Pendidikan yaitu membangun jiwa dari perwujudan spiritual dan sikap juga membangun raga, perwujudan dari pengetahuan dan ketrampilan.

Jika ini tidak ditangani secara serius, jelas kehancuran bangsa Indonesia sudah berada di depan mata, karena dunia pendidikan yang harusnya menjadi pencetak generasi penerus bangsa malah menjadi pembunuh generasi penerus bangsa. Salah siapakah? Salah kita semua yang tidak mau ikut ambil bagian dalam mengawasi regulasi pendidikan taruna, lembaga independen profesional dalam bidangnya (bukan seperti lembaga komite) sudah saatnya perlu menjadi bagian dari setiap penyelenggaraan pendidikan sebagai control atas apa yang selama ini terjadi.

Senin, 08 Mei 2017

RPP Pendidikan Karakter

*Perbedaan konten RPP k13 edisi revisi 2016 dan perbedaan RPP k13 revisi 2017....*

*Rencana Pelaksanaan Pembelajaran _(RPP)_* yang dibuat harus muncul *empat macam hal* yaitu : *PPK, Literasi, 4C, dan HOTS* maka perlu kreatifitas guru dalam meramunya.

Perbaikan atau revisinya dalah :

*1. Mengintegrasikan Penguatan Pendidikan Karakter _(PPK)_ didalam pembelajaran.* Karakter yang diperkuat terutama 5 karakter, yaitu:  _Religius, Nasionalis, Mandiri, Gotong royong, dan Integritas._

*2. Mengintegrasikan literasi; keterampilan abad 21* atau diistilahkan dengan 4C _(Creative, Critical thinking, Communicative, dan Collaborative)_;

*3.  Mengintegrasikan HOTS (Higher Order Thinking Skill.*
Gerakan PPK perlu mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan sekaligus menyelaraskan berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan sampai sekarang.

Pengintegrasian dapat berupa :
a. pemaduan kegiatan kelas, luar kelas di sekolah, dan luar sekolah (masyarakat/komunitas);
b. pemaduan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler;
c. pelibatan secara serempak warga sekolah, keluarga, dan masyarakat;

perdalaman dan perluasan dapat berupa:
@. penambahan dan pengintensifan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada pengembangan karakter siswa,
@ penambahan dan penajaman kegiatan belajar siswa, dan pengaturan ulang waktu belajar siswa di sekolah atau luar sekolah;
@ penyelerasan dapat berupa penyesuaian tugas pokok guru, Manajemen Berbasis Sekolah, dan fungsi Komite Sekolah dengan kebutuhan Gerakan PPK.

Pengertian *Literasi* dalam konteks _Gerakan Literasi Sekolah_  adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik. Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Literasi dapat dijabarkan menjadi _Literasi Dasar (Basic Literacy), Literasi Perpustakaan (Library Literacy), Literasi Media (Media Literacy), Literasi Teknologi (Technology Literacy), Literasi Visual (Visual Literacy)._

 *Keterampilan abad 21 atau diistilahkan dengan 4C* yaitu : _(Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, dan Creativity and Innovation)._ Inilah yang sesungguhnya ingin kita tuju dengan K-13, bukan sekadar transfer materi. Tetapi pembentukan 4C.  Beberapa pakar menjelaskan pentingnya penguasaan 4C sebagai sarana meraih kesuksesan, khususnya di Abad 21, abad di mana dunia berkembang dengan sangat cepat dan dinamis. Penguasaan keterampilan abad 21 sangat penting, 4 C adalah  jenis softskill yang pada implementasi keseharian, jauh lebih bermanfaat ketimbang sekadar pengusaan hardskill.
_Higher Order of Thinking Skill (HOTS) adalah kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif_ yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Kurikulum 2013 juga menuntut materi pembelajarannya sampai metakognitif yang mensyaratkan peserta didik mampu untuk memprediksi, mendesain, dan memperkirakan. Sejalan dengan itu ranah dari HOTS yaitu analisis yang merupakan kemampuan berpikir dalam menspesifikasi aspek-aspek/elemen dari sebuah konteks tertentu; evaluasi merupakan kemampuan berpikir dalam mengambil keputusan berdasarkan fakta/informasi; dan mengkreasi merupakan kemampuan berpikir dalam membangun gagasan/ide-ide.
Maka tidak mungkin lagi menggunakan model/metode/strategi/pendekatan yang berpusat kepada guru, namun kita perlu mengaktifkan siswa dalam pembelajaran (Active Learning).

_Khusus untuk PPK merupakan program yang rencananya akan disesuaikan dengan 5 hari belajar atau 8 jam sehari sedangkan untuk 2 hari merupakan pendidikan keluarga._

Jumat, 05 Mei 2017

STATUS HONORER

Honorer nasibmu kini - berbeda zaman berbeda kebijakan, untungnya masih ada produk hukum hasil dari setiap rezim yang sudah terlewati. Pemahaman hukum setiap pelaksana teknis cenderung hanya mengikuti teks yang ada tanpa mau menelaah dan menganalisanya terlebih dahulu, terkesan memerintah sih tapi sebagai pembuat atau pengambil keputusan haruslah paham betul bahwa setiap tindakannya akan ada implikasi. Tidak jarang kita dengar bahwa ini lo tidak ada peraturannya, bukannya tidak ada peraturannya tapi tidak mau belajar. 
Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Gaji tersebut diberikan berdasarkan beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan resiko pekerjaan. Gaji dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara untuk PPPK di Instansi Pusat dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk PPPK di Instansi Daerah. Selain gaji, PPPK dapat menerima tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang Aparatur Sipil Negara memang tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa gaji pegawai honorer harus sesuai dengan upah minimum. Akan tetapi, upah minimum adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu sudah sepantasnya gaji pegawai honorer tidak lebih rendah dari upah minimum.
perlu saya jelaskan apa yang dimaksud dengan tenaga honorer. Tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (“APBN”) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (“APBD”).
Dasar (Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Pegawai Negeri Sipil)
Sebelum lahirnya Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”), pengaturan tentang tenaga honor mengacu kepada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).
Tenaga honorer dalam melakukan pekerjaan dilakukan dengan cara perjanjian kerja dan ada juga tenaga honorer yang bekerja berdasarkan Surat Keputusan dari Pejabat Tata Usaha Negara. Baik tenaga honorer yang bekerja dengan adanya perjanjian maupun yang bekerja berdasarkan Surat Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara, upahnya adalah sesuai dengan upah minimum. Hal mana sesuai dengan Pasal 88 UU Ketenagakerjaan yang menyatakan:

(1)  Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

(2)  Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahanyang melindungi pekerja/buruh.

(3)  Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi:

a.    upah minimum;

b.    upah kerja lembur;

c.    upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

d.    upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;

e.    upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;

f.     bentuk dan cara pembayaran upah;

g.    denda dan potongan upah;

h.    hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;

i.     struktur dan skala pengupahan yang proporsional;

j.     upah untuk pembayaran pesangon; dan

k.    upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

(4)  Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Setelah lahirnya UU ASN, Pegawai Honorer diganti dengan istilah Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (“PPPK”), yaitu warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. (  Pasal 1 angka 4 UU ASN ) Mengenai PPPK diatur dalam Pasal 93 – Pasal 107 UU ASN.

PPPK berhak memperoleh:[Pasal 22 UU ASN]

a.    gaji[ Yang dimaksud dengan “gaji” adalah kompensasi dasar berupa honorarium sesuai dengan beban kerja, tanggung jawab jabatan dan resiko pekerjaan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.  ] dan tunjangan;

b.    cuti;

c.    perlindungan; dan

d.    pengembangan kompetensi.

 Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PPPK. Gaji tersebut diberikan berdasarkan beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan resiko pekerjaan. Gaji dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara untuk PPPK di Instansi Pusat dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk PPPK di Instansi Daerah. Selain gaji, PPPK dapat menerima tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[Pasal 101 UU ASN 

Jadi, dalam UU ASN memang tidak secara eksplisit disebutkan bahwa gaji pegawai honorer harus sesuai dengan upah minimum. Akan tetapi, upah minimum adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu sudah sepantasnya gaji pegawai honorer tidak lebih rendah dari upah minimum.

Kamis, 13 April 2017

SISI KELAM BUDAYA SENIORITAS

*Kelamnya Budaya Senioritas Dalam Dunia Pendidikan Taruna*

Kekerasan pada dunia pendidikan khususnya pada pendidikan taruna sangat memprihatinkan. Perlu ada penanganan khusus sehingga tidak terulang dan terulang lagi, dari rekam jejak dalam kurun waktu kurang 10 tahun, dimulai tahun 2008, taruna tingkat pertama STIP bernama Agung B Gultom tewas di tangan 10 taruna seniornya.
Kekerasan pada taruna terjadi lagi pada tahun 2008, tepatnya bulan November, jegos (19), taruna tingkat pertama, dianiaya oleh taruna senior hingga mengalami gagar otak. Kekerasan juga terjadi lagi pada tahun 2012 dan 2013, menurut data dari catatan Polres Metro Jakarta Utara.
Tahun 2014, taruna tingkat pertama, Dimas Dikita Handoko, kekerasan hingga hilangnya nyawa Dimas dilakukan oleh para seniornya. selang beberapa tahun kekerasan terjadi lagi pada tahun 2017, taruna pertama, Amirullah Adityas Putra, tewas dianiaya oleh lima taruna senior tingkat dua. Amirullah dianiaya bersama lima taruna lainnya.

Budaya senioritas dalam dunia taruna harus diarahkan dengan tepat sehingga tidak terjadi tindakan negatif dan semena-mena seperti fakta yang terjadi saat ini. Ini bukan lagi menjadi PR bagi Kementerian Perhubungan selaku kementerian yang menyelenggarakan pendidikan, akan tetapi menjadi PR bersama baik lintas kementerian maupun lembaga pemerhati pendidikan.

Kemen ristek dikti seharusnya tetap menjadi leading center sebagai kementerian yang menggawangi pendidikan tinggi, walaupun kementerian perhubungan sebagai penyelenggara pendidikan. Harmonisasi baku muatan pembelajaran pada taruna memang seharusnya melibatkan kementerian ristek dikti dan tetap kembali pada tujuan diktum bab 1 ketentuan umum pasal 1, UU 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi yaitu pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Kecerdasaan tidaklah terletak pada aspek pengetahuan dan ketrampilan saja melainkan ada kecerdasan yang paling fundamental yaitu kecerdasan spiritual dan kecerdasan sosial, *Ikatan Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Unnes* mendorong supaya dalam penanganan regulasi pendidikan tinggi  tetap harus satu pintu yaitu pada kemen ristek dikti sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan lempar tanggungjawab jika ada kekerasan sampai hilangnya nyawa generasi penerus bangsa.

HUKUM YANG MEMBUMI

*Selayang Pandang*
" Pada beberapa UU ada pasal yang telah dicabut kekuatan hukumnya oleh MK karena dianggap inkonstitusional. UU tersebut sebagai produk legeslatif tidak segera mengikuti putusan MK. seperti halnya frasa dapat pada UU Tipikor, seharusnya pihak legeslatif  sebagai pembentuk UU segera mengikuti putusan MK dengan cara segera melakukan revisi sesuai putusan MK sehingga tidak menjadi kebingungan pada masyarakat, jika semua ini dibiarkan terkesan hukum hanya dimiliki oleh sekelompok golongan saja yang mempelajari hukum bukan untuk masyarakat luas, jelas itu semua kontradiksi dengan fiksi hukum presumptio iures de iure. Padahal fiksi hukum haruslah dibangun sejalan dengan sosialisasi hukum yang memadai. Bagaimana bisa berjalan memadai jika relevanitas UU tidak segera dibangun sesuai putusan konteks kekinian " ( Hukum Yang Membumi )