Minggu, 04 Juni 2017

*URGENSITAS IMPLEMETASI REVITALISASI SEKOLAH MENEGAH KEJURUAN (SMK)*

URGENSITAS IMPLEMENTASI REVITALISASI SEKOLAH MENEGAH KEJURUAN (SMK)
UUD 1945 Amandemen, pada pasal 28C ayat (1) menyatakan, Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Hal ini menjadi sangat mutlak untuk diimplementasikan dengan segala perundang-undangan juga peraturan-peraturan demi tercapainya tujuan bangsa sesuai amanat UUD 1945 tersebut.
Kita semua tidak usah lagi menutup mata demi kemajuan bangsa dan Negara tercinta, kita ketahui jumlah pengangguran di Indonesia per Februari 2016 7,02 Juta orang berkuarang 430.000 orang dibandingkan posisi Februari 2015 dan pengangguran terbanyak adalah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), pada Februari 2016, tingkat pengangguran terbuka tertinggi pada jenjang SMK sebesar 9,82%, angka tersebut meningkat 0,79% dibandingkan Februari 2015, lewat data ini bisa kita artikan bahwa setiap 100 angkatan kerja lulusan SMK, ada sekitar 9-10 orang yang menganggur. Padahal Visi dari Direktorat Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah SMK Bermutu, Unggul Merata, Terampil, Berkarakter dana Berdaya Saing Dalam Kebekerjaan, jelas dengan realitas yang terjadi saat ini masih jauh dari harapan, istilah pepatah jauh panggang daripada apinya.
Perkembangan jaman yang begitu cepat di abad 21 belum selaras dengan perkembangan pendidikan sebagai proses dari pembentukan generasi penerus bangsa, sungguh sangat menghawatirkan, apalagi saat ini kita pasti mengahadapi MEA dan Era Industri 4.0 (Smart Industry), namun kenyataannya pengangguran khususnya tamatan SMK masih relative tinggi, pasti dan saya yakin ada yang kurang pas dalam manajerialnya, siapakah yang salah? Daripada kita cari kambing hitam lebih baik semua kelembagaan dan swasta duduk bersama untuk mencari jalan keluarnya sebagai bentuk perwujudan manusia berbasis solusi bukan berbasis masalah.
Perkembangan teknologi bisa jadi akan mengancam SDM kita, jika pemerintah tidak benar-benar mawas diri dan segera merumuskan sebuah kerangka kegiatan yang komprehensif dengan memperhatikan kebutuhan SDM yang dibutuhkan oleh industri-industri  di dalam negeri ataupun di luar negeri. 
Presiden Joko Widodo sudah merespon dengan sangat cepat dengan menerbitkan Inpres No 09 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuaruan Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 09 September 2016, poin penting Inpres No 09 Tahun 2016 adalah terletak pada konsideransinya yaitu penguatan sinergi antar pemangku kepentingan untuk merevitilasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) guna meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.
Sekretaris Eksekutif Lembaga Kajian Maritim (LKM), Dony M Arifin, mendorong semua kementerian yang tersebut di dalam Inpres Nomor 09 Tahun 2016, wajib dengan cepat menjalankan Instruksi Presiden dengan bisa membuat pedoman kerja atau manual, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis, buku panduan, kerangka acuan, desain kerja atau desain proyek dan lain-lain, dan harus transparan sebagai bentuk akuntabilitas public, pengawasan eksternal melibatkan lembaga-lembaga yang peduli dengan keberlangsungan bernegara sudah barang tentu harus dilibatkan untuk memberikan saran-saran dan memecahkan masalah secara bersama-sama tapi jelas leading centernya tetap pada kementerian yang bersangkutan.
Realitasnya terjadi ketimpangan tatkala Presiden Jokowi dengan Inpres No 09 Tahun 2016 yang memikirkan keberlangsungan para lulusan SMK supaya siap bersaing dan siap mengembangkan SDM nya, malah ada beberapa kementerian yang memberikan syarat yang tidak fair bagi lulusan SMK, khususnya lulusan SMK Pelayaran yaitu memberikan syarat utama masuk Akademi Pelayaran baik negeri maupun swasta harus memiliki Sertifikat Kompetensi Ahli Nautika Tingkat (ANT) IV/ Ahli Teknika Tingkat (ATT) IV. Padahal untuk mendapatkan sertifikat tersebut itu tidaklah cepat, sedikitnya membutuhkan waktu 2 tahun untuk menyelesaikan berbagai macam ujian-ujian dan Praktik Berlayar (Prala). Ini menjadi tambah rumit dan sulit lagi dengan adanya Peraturan Menteri Perhubungan PM 70 Tahun 2013 dan diubah PM 140 Tahun 2016, yang mana kesempatan mendapatkan Sertifikat Kompetensi tersebut hanya tersedia jika SMK Pelayaran tersebut sudah mendapatkan Approval dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. 
Implikasi dari kebijakan sectoral kementerian perhubungan ini jauh dari harapan presiden yang tertuang pada Inpres No 09 Tahun 2016, sungguh sangat ironis, Sekretaris Eksekutif Lembaga Kajian Maritim (LKM), Dony M Arifin mengutuk keras peraturan menteri manapun yang tidak sejalan dengan semangat dan tujuan Inpres No 09 Tahun 2016 apalagi kementerian tersebut masuk yang tersebut di dalam Inpres tersebut, semua harus tunduk pada Inpres No 9 tahun 2016.
Instruksi Presiden No 09 Tahun 2016 untuk Menteri Perhubungan jelas sekali, bahwa untuk meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK yang terkait dengan bidang perhubungan, meningkatkan bimbingan bagi SMK yang kejuruannya terkait dengan perhubungan, memberikan kemudahan akses bagi siswa, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk PKL dan magang, termasuk berbagai sumber daya (resources sharing), dan mempercepat penyelesaian Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, cukup jelas seharusnya Kementerian Perhubungan itu mempermudah lulusan SMK Pelayaran untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi tanpa mengurangi kualitasnya, bukan malah seolah mempersulit dengan segala kebijakan sectoralnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berikan komentarnya tanpa berbau sara, intimidasi, ancaman serta cacian - kritik dan saran sangat kami butuhkan. makasih