Kamis, 13 April 2017

SISI KELAM BUDAYA SENIORITAS

*Kelamnya Budaya Senioritas Dalam Dunia Pendidikan Taruna*

Kekerasan pada dunia pendidikan khususnya pada pendidikan taruna sangat memprihatinkan. Perlu ada penanganan khusus sehingga tidak terulang dan terulang lagi, dari rekam jejak dalam kurun waktu kurang 10 tahun, dimulai tahun 2008, taruna tingkat pertama STIP bernama Agung B Gultom tewas di tangan 10 taruna seniornya.
Kekerasan pada taruna terjadi lagi pada tahun 2008, tepatnya bulan November, jegos (19), taruna tingkat pertama, dianiaya oleh taruna senior hingga mengalami gagar otak. Kekerasan juga terjadi lagi pada tahun 2012 dan 2013, menurut data dari catatan Polres Metro Jakarta Utara.
Tahun 2014, taruna tingkat pertama, Dimas Dikita Handoko, kekerasan hingga hilangnya nyawa Dimas dilakukan oleh para seniornya. selang beberapa tahun kekerasan terjadi lagi pada tahun 2017, taruna pertama, Amirullah Adityas Putra, tewas dianiaya oleh lima taruna senior tingkat dua. Amirullah dianiaya bersama lima taruna lainnya.

Budaya senioritas dalam dunia taruna harus diarahkan dengan tepat sehingga tidak terjadi tindakan negatif dan semena-mena seperti fakta yang terjadi saat ini. Ini bukan lagi menjadi PR bagi Kementerian Perhubungan selaku kementerian yang menyelenggarakan pendidikan, akan tetapi menjadi PR bersama baik lintas kementerian maupun lembaga pemerhati pendidikan.

Kemen ristek dikti seharusnya tetap menjadi leading center sebagai kementerian yang menggawangi pendidikan tinggi, walaupun kementerian perhubungan sebagai penyelenggara pendidikan. Harmonisasi baku muatan pembelajaran pada taruna memang seharusnya melibatkan kementerian ristek dikti dan tetap kembali pada tujuan diktum bab 1 ketentuan umum pasal 1, UU 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi yaitu pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Kecerdasaan tidaklah terletak pada aspek pengetahuan dan ketrampilan saja melainkan ada kecerdasan yang paling fundamental yaitu kecerdasan spiritual dan kecerdasan sosial, *Ikatan Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Unnes* mendorong supaya dalam penanganan regulasi pendidikan tinggi  tetap harus satu pintu yaitu pada kemen ristek dikti sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan lempar tanggungjawab jika ada kekerasan sampai hilangnya nyawa generasi penerus bangsa.

HUKUM YANG MEMBUMI

*Selayang Pandang*
" Pada beberapa UU ada pasal yang telah dicabut kekuatan hukumnya oleh MK karena dianggap inkonstitusional. UU tersebut sebagai produk legeslatif tidak segera mengikuti putusan MK. seperti halnya frasa dapat pada UU Tipikor, seharusnya pihak legeslatif  sebagai pembentuk UU segera mengikuti putusan MK dengan cara segera melakukan revisi sesuai putusan MK sehingga tidak menjadi kebingungan pada masyarakat, jika semua ini dibiarkan terkesan hukum hanya dimiliki oleh sekelompok golongan saja yang mempelajari hukum bukan untuk masyarakat luas, jelas itu semua kontradiksi dengan fiksi hukum presumptio iures de iure. Padahal fiksi hukum haruslah dibangun sejalan dengan sosialisasi hukum yang memadai. Bagaimana bisa berjalan memadai jika relevanitas UU tidak segera dibangun sesuai putusan konteks kekinian " ( Hukum Yang Membumi )