Kamis, 18 Mei 2017

*kebanggaan yang berlebihan sebagai senior hingga mengakibatkan tewasnya junior

Kekerasan pada dunia pendidikan khususnya pada pendidikan taruna sangat memprihatinkan. Perlu ada penanganan khusus sehingga tidak terulang dan terulang lagi,
18 mei 2017 AKPOL Semarang, Muhammad Adam (taruna tingkat II)  tewas, diduga dianiaya sejumlah senior, menurut informasi, sebelum tewas, adam mengikuti kegiatan malam di barak yang ditempati taruna tingkat I, II, dan III, sekitar pukul 22.00. Adam bersama sejumlah rekan satu angkatan melaporkan sebuah kesalahan yang dilakukan oleh taruna tingkat I yang tergabung dalam Korp Himpunan Indonesia Timur (HIT). Kesalahan itu berujung sanksi yang dilakukan oleh senior tingkat III kepada tingkat II yang berjunlah 22 orang.
Sanksi itu berupa melakukan sikap posisi mersing, yakni badan terbalik dengan kepala di bawah dan kaki di atas, dalam posisi itu, korban ditarik seniornya, kemudian dipukuli beberapa kali di ulu hati. Akibat dari perlakuan senior itu maka korban kejang dan tak sadarkan diri. Peristiwa ini akhirnya terdengar sampai pada staf pengajar dan pengampu yang kemudian membawa korban ke RS Akpol. Namun, nyawa korban tidak tertolong. Jenazah kemudian diautopsi di RS Bhayangkara dan didapati luka lebam di bagian dada.
dari rekam jejak dalam kurun waktu 10 tahun, dimulai 28 Maret 2006, Akpol Semarang, Korban, Hendra Saputra (21) pelaku enam taruna senior, korban dianiaya karena dianggap bersalah lantaran tak melaporkan libur studi.
16 April 2007, IPDN (sebelumnya STPDN) Jatinangor Sumedang, korban Cliff Muntu Madya (19), tewas karena dianiaya tujuh taruna senior, korban tewas akibat 48 tindak kekerasan.
26 April 2014, STIP Jakarta, korban Dimas Dikita Handoko (19), taruna tingkat I, korban meninggal dianiaya karena dianggap tidak hormat kepada senior, pelaku Angga Afriandi, Adnan Fauzi dan Fachry Husaini Kurniawan.
06 April 2015, STIP Jakarta, korban Daniel Roberto Tampubolon (taruna tingkat I), tewas dianiaya tujuh senior karena dianggap salah menyajikan menu makan bersama.
10 januari 2017, STIP Jakarta, korban Amirulloh Adityas Putra (taruna tingkat I), tewas setelah diplonco dan mendapat sejumlah kekerasan fisik oleh Willy Hasiholan, Akbar Ramadhan, Sisko Mataheru, Iswanto.
31 Maret 2017, SMA Taruna Magelang, korban Kresna Wahyu Nurachma (15), tewas dibunuh dengan pisau saat korban sedang tidur, AMR sakit hati karena kepergok korban saat tengah mencuri.

Budaya senioritas dalam dunia taruna harus diarahkan dengan tepat sehingga tidak terjadi tindakan negatif dan semena-mena seperti fakta yang terjadi saat ini. Ini bukan lagi menjadi PR bagi lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, akan tetapi menjadi PR bersama kelembagaan negara yang menyelenggarakan pendidikan maupun lembaga pemerhati pendidikan.

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Kecerdasaan tidaklah terletak pada aspek pengetahuan dan ketrampilan saja melainkan ada kecerdasan yang paling fundamental yaitu kecerdasan spiritual dan kecerdasan sosial, LKM (Lembaga Kajian Maritim) mendorong supaya dalam penanganan regulasi pendidikan taruna tetap mengacu pada semangat subtansi UU Pendidikan yaitu membangun jiwa dari perwujudan spiritual dan sikap juga membangun raga, perwujudan dari pengetahuan dan ketrampilan.

Jika ini tidak ditangani secara serius, jelas kehancuran bangsa Indonesia sudah berada di depan mata, karena dunia pendidikan yang harusnya menjadi pencetak generasi penerus bangsa malah menjadi pembunuh generasi penerus bangsa. Salah siapakah? Salah kita semua yang tidak mau ikut ambil bagian dalam mengawasi regulasi pendidikan taruna, lembaga independen profesional dalam bidangnya (bukan seperti lembaga komite) sudah saatnya perlu menjadi bagian dari setiap penyelenggaraan pendidikan sebagai control atas apa yang selama ini terjadi.

Senin, 08 Mei 2017

RPP Pendidikan Karakter

*Perbedaan konten RPP k13 edisi revisi 2016 dan perbedaan RPP k13 revisi 2017....*

*Rencana Pelaksanaan Pembelajaran _(RPP)_* yang dibuat harus muncul *empat macam hal* yaitu : *PPK, Literasi, 4C, dan HOTS* maka perlu kreatifitas guru dalam meramunya.

Perbaikan atau revisinya dalah :

*1. Mengintegrasikan Penguatan Pendidikan Karakter _(PPK)_ didalam pembelajaran.* Karakter yang diperkuat terutama 5 karakter, yaitu:  _Religius, Nasionalis, Mandiri, Gotong royong, dan Integritas._

*2. Mengintegrasikan literasi; keterampilan abad 21* atau diistilahkan dengan 4C _(Creative, Critical thinking, Communicative, dan Collaborative)_;

*3.  Mengintegrasikan HOTS (Higher Order Thinking Skill.*
Gerakan PPK perlu mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan sekaligus menyelaraskan berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan sampai sekarang.

Pengintegrasian dapat berupa :
a. pemaduan kegiatan kelas, luar kelas di sekolah, dan luar sekolah (masyarakat/komunitas);
b. pemaduan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler;
c. pelibatan secara serempak warga sekolah, keluarga, dan masyarakat;

perdalaman dan perluasan dapat berupa:
@. penambahan dan pengintensifan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada pengembangan karakter siswa,
@ penambahan dan penajaman kegiatan belajar siswa, dan pengaturan ulang waktu belajar siswa di sekolah atau luar sekolah;
@ penyelerasan dapat berupa penyesuaian tugas pokok guru, Manajemen Berbasis Sekolah, dan fungsi Komite Sekolah dengan kebutuhan Gerakan PPK.

Pengertian *Literasi* dalam konteks _Gerakan Literasi Sekolah_  adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik. Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Literasi dapat dijabarkan menjadi _Literasi Dasar (Basic Literacy), Literasi Perpustakaan (Library Literacy), Literasi Media (Media Literacy), Literasi Teknologi (Technology Literacy), Literasi Visual (Visual Literacy)._

 *Keterampilan abad 21 atau diistilahkan dengan 4C* yaitu : _(Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, dan Creativity and Innovation)._ Inilah yang sesungguhnya ingin kita tuju dengan K-13, bukan sekadar transfer materi. Tetapi pembentukan 4C.  Beberapa pakar menjelaskan pentingnya penguasaan 4C sebagai sarana meraih kesuksesan, khususnya di Abad 21, abad di mana dunia berkembang dengan sangat cepat dan dinamis. Penguasaan keterampilan abad 21 sangat penting, 4 C adalah  jenis softskill yang pada implementasi keseharian, jauh lebih bermanfaat ketimbang sekadar pengusaan hardskill.
_Higher Order of Thinking Skill (HOTS) adalah kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif_ yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Kurikulum 2013 juga menuntut materi pembelajarannya sampai metakognitif yang mensyaratkan peserta didik mampu untuk memprediksi, mendesain, dan memperkirakan. Sejalan dengan itu ranah dari HOTS yaitu analisis yang merupakan kemampuan berpikir dalam menspesifikasi aspek-aspek/elemen dari sebuah konteks tertentu; evaluasi merupakan kemampuan berpikir dalam mengambil keputusan berdasarkan fakta/informasi; dan mengkreasi merupakan kemampuan berpikir dalam membangun gagasan/ide-ide.
Maka tidak mungkin lagi menggunakan model/metode/strategi/pendekatan yang berpusat kepada guru, namun kita perlu mengaktifkan siswa dalam pembelajaran (Active Learning).

_Khusus untuk PPK merupakan program yang rencananya akan disesuaikan dengan 5 hari belajar atau 8 jam sehari sedangkan untuk 2 hari merupakan pendidikan keluarga._

Jumat, 05 Mei 2017

STATUS HONORER

Honorer nasibmu kini - berbeda zaman berbeda kebijakan, untungnya masih ada produk hukum hasil dari setiap rezim yang sudah terlewati. Pemahaman hukum setiap pelaksana teknis cenderung hanya mengikuti teks yang ada tanpa mau menelaah dan menganalisanya terlebih dahulu, terkesan memerintah sih tapi sebagai pembuat atau pengambil keputusan haruslah paham betul bahwa setiap tindakannya akan ada implikasi. Tidak jarang kita dengar bahwa ini lo tidak ada peraturannya, bukannya tidak ada peraturannya tapi tidak mau belajar. 
Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Gaji tersebut diberikan berdasarkan beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan resiko pekerjaan. Gaji dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara untuk PPPK di Instansi Pusat dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk PPPK di Instansi Daerah. Selain gaji, PPPK dapat menerima tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang Aparatur Sipil Negara memang tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa gaji pegawai honorer harus sesuai dengan upah minimum. Akan tetapi, upah minimum adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu sudah sepantasnya gaji pegawai honorer tidak lebih rendah dari upah minimum.
perlu saya jelaskan apa yang dimaksud dengan tenaga honorer. Tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (“APBN”) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (“APBD”).
Dasar (Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Pegawai Negeri Sipil)
Sebelum lahirnya Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”), pengaturan tentang tenaga honor mengacu kepada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).
Tenaga honorer dalam melakukan pekerjaan dilakukan dengan cara perjanjian kerja dan ada juga tenaga honorer yang bekerja berdasarkan Surat Keputusan dari Pejabat Tata Usaha Negara. Baik tenaga honorer yang bekerja dengan adanya perjanjian maupun yang bekerja berdasarkan Surat Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara, upahnya adalah sesuai dengan upah minimum. Hal mana sesuai dengan Pasal 88 UU Ketenagakerjaan yang menyatakan:

(1)  Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

(2)  Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahanyang melindungi pekerja/buruh.

(3)  Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi:

a.    upah minimum;

b.    upah kerja lembur;

c.    upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

d.    upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;

e.    upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;

f.     bentuk dan cara pembayaran upah;

g.    denda dan potongan upah;

h.    hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;

i.     struktur dan skala pengupahan yang proporsional;

j.     upah untuk pembayaran pesangon; dan

k.    upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

(4)  Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Setelah lahirnya UU ASN, Pegawai Honorer diganti dengan istilah Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (“PPPK”), yaitu warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. (  Pasal 1 angka 4 UU ASN ) Mengenai PPPK diatur dalam Pasal 93 – Pasal 107 UU ASN.

PPPK berhak memperoleh:[Pasal 22 UU ASN]

a.    gaji[ Yang dimaksud dengan “gaji” adalah kompensasi dasar berupa honorarium sesuai dengan beban kerja, tanggung jawab jabatan dan resiko pekerjaan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.  ] dan tunjangan;

b.    cuti;

c.    perlindungan; dan

d.    pengembangan kompetensi.

 Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PPPK. Gaji tersebut diberikan berdasarkan beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan resiko pekerjaan. Gaji dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara untuk PPPK di Instansi Pusat dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk PPPK di Instansi Daerah. Selain gaji, PPPK dapat menerima tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[Pasal 101 UU ASN 

Jadi, dalam UU ASN memang tidak secara eksplisit disebutkan bahwa gaji pegawai honorer harus sesuai dengan upah minimum. Akan tetapi, upah minimum adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu sudah sepantasnya gaji pegawai honorer tidak lebih rendah dari upah minimum.